Rabu, 08 Januari 2014

contoh kasus creative accounting

Creative AccountingOrganisasi bisnis merupakan sebuah pertemuan dari berbagai macam kontrak kepentingan (nexus of contract), sehingga di dalam proses akuntansi, ada dimensi politis yang terlibat didalamnya. Dimensi politis tersebut adalah sebuah kenyataan bahwa ada pihak-pihak yang berkepentingan dan cukup mempunyai kekuatan untuk menggunakan pengaruhnya ke dalam organisasi tersebut. Sehingga dalam pemahaman mengenai ‘creative accounting’ ini bukan berarti akuntan ‘an sich’ yang memanfaatkan pemahaman akuntansi tersebut, tetapi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dan kekuatan untuk menggunakan ‘creative accounting’ tersebut, seperti manajer, akuntan, pemerintah, asosiasi industri dan sebagainya.
Teori Akuntansi Positif berkembang seiring kebutuhan untuk menjelaskan dan memprediksi realitas praktek-praktek akuntansi yang ada di dalam masyarakat seperti yang dikatakan oleh Watts dan Zimmerman [1986] dibandingkan dengan akuntansi normatif yang lebih menjelaskan praktek-praktek akuntansi yang seharusnya (should be) berlaku. Dalam pemilihan kebijakan akuntansi misalnya akan membawa dampak ekonomi terhadap pemilihan kebijakan akuntansi tersebut kepada penggunanya yang sering disebut oleh Zeff [1978] sebagai economic consequences. Dalam mengisi ruang teori akuntansi positif maka ‘creative accounting’ sebagai salah satu tema menarik yang juga perlu diperhatikan oleh akuntan (dan juga penyusun standar akuntansi).  ‘Creative accounting’ menurut Amat, Blake dan Dowd [1999] adalah sebuah proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk  didalamnya standar, teknik dsb.) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan.
Naser [1993] dalam Amat et.al. [1999] medefinisikan ‘creative accounting’ sebagai berikut: The process of manipulating accounting figures by taking advantage of loopholes in accounting rules and the choice of measurement and disclosure practices in them to transform financial statements from what they should be, to what prepares would prefer to see reported, …..and The process by which transactions are structured so as to produce the required accounting results rather than reporing transaction in neutral and consistent way.
Stolowy dan Breton [2000] menyebut ‘creative accounting’ merupakan bagian dari ‘accounting manipulation’ yang terdiri dari ‘earning management’ , ‘income smoothing’ dan ‘creative accounting’ itu sendiri. Dalam pemahaman mengenai ‘creative accounting’ ini bukan berarti akuntan ‘an sich’ yang memanfaatkan pemahaman akuntansi tersebut, tetapi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dan kekuatan untuk menggunakan ‘creative accounting’ tersebut, seperti manajer, akuntan, pemerintah, asosiasi industri dan sebagainya.  Manajer dalam bereaksi terhadap pelaporan keuangan menurut Watt dan Zimmerman [1986] digolongkan menjadi tiga buah hipotesis, yaitu bonus-plan hyphotesis, debt-covenant hyphotesis dan political cost hyphotesis.
Bonus plan hyphotesis  Healy [1985] dalam Scott [1997] menyatakan bahwa manajer seringkali berperilaku seiring dengan bonus yang akan diberikan. Jika bonus yang diberikan tergantung pada laba yang akan dihasilkan, maka manajer akan melakukan ‘creative accounting’ dengan menaikkan laba atau mengurangi laba yang akan dilaporkan. Pemilik biasanya menetapkan batas bawah laba yang paling minim agar mendapatkan bonus. Dari pola bonus ini manajer akan menaikkan labanya hingga ke atas  batas minimal tadi. Tetapi jika pemilik perusahaan membuat batas atas untuk mendapatkan bonus, maka manajer akan berusaha mengurangkan laba sampai batas atas tadi dan mentransfer laba saat ini ke periode yang akan datang. Hal ini dia lakukan karena  jika laba melewati batas atas tersebut manajer sudah tidak mendapatkan insentif tambahan atas upayanya memperoleh laba di atas batas yang ditetapkan oleh pemilik perusahaan. Formula bonus yang digunakan Healy didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan terdiri atas manajer yang menghindari resiko (risk averse) sehingga manajer akan memilih discretionary accrual untuk (1) menurunkan earning ketika earning sebelum keputusan accrual lebih kecil dari bogey (batas bawah) atau melebihi cap (batas  atas) (2) menaikkan earning ketika earning sebelum keputusan accrual melebihi bogey tetapi tidak melebihi cap. Implikasi yang dikemukakan oleh Healy adalah bahwa manajer akan berperilaku oportunistik menghadapi intertemporal choice.
Debt-covenant hyphotesis
Penelitian dalam bidang teori akuntansi positif juga menjelaskan praktek akuntansi mengenai bagaimana manajer menyikapi perjanjian hutang. Manajer dalam menyikapi adanya pelanggaran atas perjanjian hutang yang telah jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya dengan memilih kebijakan-kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya. Fields, Lys dan Vincent [2001] mengemukakan ada dua kejadian dalam pemilihan kebijakan akuntansi, yaitu pada saat diadakannya perjanjian hutang dan pada saat jatuh temponya hutang. Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti pembagian deviden yang berlebihan, atau membiarkan ekuitas berada di bawah tingkat yang telah ditentukan. Semakin cenderung suatu perusahaan untuk melanggar perjanjian hutang maka manajer akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat mentransfer laba periode mendatang ke periode berjalan karena hal tersebut dapat mengurangi resiko ‘default’. Sweeney [1994] dalam Scott [1997] menyatakan perilaku ‘memindahkan’ laba tersebut dilakukan oleh perusahaan bermasalah yang terancam kebangkrutan dan ini merupakan strategi untuk bertahan hidup.

Perusahaan Kosmetik PT. PASHER CARDING memiliki produk kosmetik yangbelum selesai penelitiannya. Tetapi permintaan akan produk kosmetiktersebut memiliki banyak permintaan dipasar.Karena banyaknya permintaan Bapak AFTON selaku marketing managermengatakan kepada Presiden direktur Bpk. Daeng Marowa untuk segeramelakukan penjualan dipasar karena tidak ingin melepaskan momenpermintaan yang banyak.Padahal penelitian atas produk tersebut yang dilakukan oelh departemenR & D belum selesai. Departemen R & D Pun belum bisa menjawab apakahakan ada efek samping apabila menggunakan produk kosmetik tersebut!.Tetapi marketing manager tetap memprovokasi bapak Presiden direkturuntuk melakukan peluncuran produk tanpa mempedulikan hasil Riset!.Bapak Daeng Marowa , selaku presiden direktur meminta nasihat kepadaDepartemen GA mengenai Proses hukumnya, ternyata bapak Handi Prionoselaku Manager GA menganjurkan untuk membuat PT. baru, dan mengatasnamakan produk tersebut adalah buatan PT. baru, lalu Bapak Presidendirektur mengatakan "mengapa begitu?, mengapa harus membetukperusahaan baru ?".Bapak Handi menjawab : " jika nanti ternyata memang ada pengaduanmengenai efek samping dan konsumen merasa dirugikan maka, PT. barutersebut yang akan disalahkan, jika terjadi sengketa dan tidak bisamengganti rugi, maka akan dikatakan pailit, jadi resikonya kecil dantidak akan memakan ganti rugi yang besar. sebaliknya jika ternyatatidak terjadi efek samping ataupun tidak terjadi permasalah malahanberhasil, maka kita akan membeli merek produk tersebut dengan hargasangat murah dan meneruskan penjualan!!!!"."Loch koq akuntansi bawa - bawa hukum segala, bukannya Akuntansi hanyaberhubungan dengan angka aja ?""Tidak begitu juga, akuntansi juga bagian dari hukum, bisa terlihatdidalam Persamaan akuntansi Asset = Liabilities + OE dari sini sajasudah terlihat hubungan hukumnya bukan?"
Creative Accounting yang Legal : ya kebalikan dari ilegal diatas dandefinisi dari berbagai macam sumber diatas tadi...(Coba tengok lagidiatas jika lupa), tetapi memanfaatkan kemampuan akuntannya dalammelakukan berbagai metode yang sebenarnya diperbolehkan juga didalamperaturan demi melindungi kepentingan para stakeholders.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar