Minggu, 22 April 2012

APA ITU PAILIT ?


Pengertian kepailitan dan Dasar hukum kepailitan
Pailit dapat diartikan debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu. Kata Pailit dapat juga diartikan sebagai Bankcrupt. Kata Bankrupt sendiri mengandung arti Banca Ruta, dimana kata tersebut bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi, adapun sejarahnya mengapa dikatakan demikian adalah karena dahulu suatu peristiwa dimana terdapat seorang debitor yang tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk dan menghancurkan seluruh kursi-kursi yang terdapat di tempat debitor. Menurut Siti Soemarti Hartono Pailit adalah mogok melakukan pembayaran.
Sedangkan Pengertian Kepailitan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang. Kartono sendiri memberikan pengertian bahwa kepailitan adalah sita umum dan eksekusi terhadap semua kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditornya.
Sejarah Dan Perkembangan Aturan Kepailitan Di Indonesia
Sejarah masuknya aturan-aturan kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya Wetboek Van Koophandel (KUHD) ke Indonesia. Adapun hal tersebut dikarenakan Peraturan-peraturan mengenai Kepailitan sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD. Namun akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuk aturan kepailitan baru yang berdiri sendiri.
Aturan mengenai kepailitan tersebut disebut dengan Failistment Verordenning yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276 Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906. Arti kata Failisment Verordenning itu sendiri diantara para sarjana Indonesia diartikan sangat beragam. Ada yang menerjemahkan kata ini dengan Peraturan-peraturan Kepailitan(PK). Akan tetapi Subekti dan Tjitrosidibio melalui karyanya yang merupakan acuan banyak kalangan akademisi menyatakan bahwa Failisment Verordening itu dapat diterjemahkan sebagai Undang-Undang Kepailitan (UUPK).
Undang-Undang Kepailitan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda ini berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama yaitu dari Tahun 1905 sampai dengan Tahun 1998 atau berlangsung selama 93 Tahun. Sebenarnya pada masa pendudukan Jepang Aturan ini sempat tidak diberlakukan dan dibuat UU Darurat mengenai Kepailitan oleh Pemerintah Penjajah Jepang untuk menyelesaikan Masalah-masalah Kepailitan pada masa itu. Akan tetapi setelah Jepang meninggalkan Indonesia aturan-aturan Kepailitan peninggalan Belanda diberlakukan kembali.
Pada tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa krisis moneter yang menyebabkan banyaknya kasus-kasus kepailitan terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu PERPU No. 1 tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai pengganti Undang-undang Kepailitan peninggalan Belanda. Meskipun begitu isi atau substansi dari PERPU itu sendiri masih sama dengan aturan kepailitan terdahulu. Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan diisahkannya UU No. 4 Tahun 1998. Dalam perkembangan selanjutnya dibentuklah Produk hukum yang baru mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran sebagai pengganti UU No. 4 tahun 1998.
Perkembangan Substansi Hukum
Terdapat sebahagian perubahan mengenai substansi hukum antara aturan kepailitan yang lama dengan aturan kepailitan yang baru. Substansi tersebut antara lain:
  1. Pada Failisment Verordenning tidak dikenal adanya kepastian Frame Time yaitu batas waktu dalam penyelesaian kasus kepailitan sehingga proses penyelesaian akan menjadi sangat lama sebab Undang-undang tidak memberi kepastian mengenai batas waktu. Hal ini dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur sehingga dalam penyelesaiannya lebih singkat karena ditentukan masalah Frame Time.
  2. Pada Failisment Verordening hanya dikenal satu Kurator yang bernama Weestcomer atau Balai Harta Peninggalan. Para kalangan berpendapat kinerja dari Balai Harta Peninggalan sangat mengecewakan dan terkesan lamban sehingga dalam PERPU No.1 Tahun 1998 diatur adanya Kurator Swasta.
  3. Upaya Hukum Banding dipangkas, maksudnya segala upaya hukum dalam penyelesaian kasus kepailitan yang dahulunya dapat dilakukan Banding dan Kasasi, kini dalam Perpu No. 1 Tahun 1998 hanya dapat dilakukan Kasasi sehingga Banding tidak dibenarkan lagi. Hal tersebut dikarenakan lamanya waktu yang ditempu dalam penyelesaian kasus apabila Banding diperbolehkan.
  4. Dalam Aturan yang baru terdapat Asas Verplichte Proccurure stelling yang artinya yang dapat mengajukan kepailitan hanya Penasihat Hukum yang telah mempunyai/memiliki izin praktek.
  5. Dalam UU No. 37 Tahun 2004 ditambah 1 pihak lagi yang dapat mengjaukan permohonan kepailitan.
Pertanyaan: UU Kepailitan melindungi siapa? apakah Melindungi Pihak Kreditor atau Debitor?
Jawab: Melndungi hak kedua-dua pihak baik kreditor maupun debitor, hal tersebut terdapat dalam pasal-pasal UUK. Mengenai Pasal-pasal tersebut dapat dilihat dalam pembahasan mengenai Hukum Kepailitan selanjutnya.
Syarat-Syarat Untuk Mengajukan Permohonan Pailit
  • Terdapat Lebih dari satu Kreditor, adapun dapat dikatakan lebih dari satu Hutang.
  • Dari Hutang-utang tersebut terdapat salah satu Hutang yang sudah Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih.
Siapakah Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit?
Adapun Udang-undang mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan Pailiit, yaitu:
  1. Pihak Debitor itu sendiri
  2. Pihak Kreditor
  3. Jaksa, untuk kepentingan umum
  4. Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Bank Indonesia
  5. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
  6. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri Keuangan.
Yang perlu diingat sehubungan dengan para pihak-pihak yang mengajukan permohonan pailit harus dapat diketahui apabila seorang pemohon tersebut adalah Debitor orang-perorangan dalam prosesnya maka harus ditinjau terlebih dahulu apakah pihak tersebut masih terikat dalam suatu perkawinan dan apakah perkawinan tersebut mempunyai perjanjian pemisahan harta?. Hal sangat penting sekali sebab orang yang terikat dalam suatu perkawinan(baik suami maupun istri) yang tidak mempunyai perjanjian pemisahan harta (maka ada harta bersama/campuran) tidak dapat mengajukan permohonan pailit tanpa sepengetahuan pasangannya(suami /istri) , adapun alasannya arena pailit itu mempunyai akibat hukum terhadap harta.
Dasar Hukum (Pengaturan) Kepailitan di Indonesia
Adapun pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia dapat dilihat dalam beberapa ketentuan antara lain:
  • UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran;
  • UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
  • UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
  • UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia
  • Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134.
  • Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ) , Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)

CARA MENDIRIKAN DAN MEMBUBARKAN PERSEROAN TERBATAS (PT)


A.  PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT)

Dalam melangsungkan suatu bisnis, para pengusaha membutuhkan suatu wadah untuk dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan bertansaksi. Pemilihan jenis badan usaha ataupun badan hukum yang akan dijadikan sebagai sarana usaha tergantung pada keperluan para pendirinya. Sarana usaha yang paling populer digunakan adalah Perseroan terbatas (PT), karena memiliki sifat, ciri khas dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bentuk badan usaha lainnya, yaitu:

•Merupakan bentuk persekutuan yang berbadan hukum
•Merupakan kumpulan modal/saham
•Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan para perseronya
•Pemegang saham memiliki tanggung jawab yang terbatas
•Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus
atau direksi
•Memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas
•Kekuasaan tertinggi berada pada RUPS
·         Dasar Hukum pembentukan PT, masing-masing sebagai berikut:PT Tertutup (PT Biasa) : berdasarkan UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas  
·         PT. Terbuka (PT go public): berdasarkan UU No. 40/2007 dan UU No. 8/1995 tentang Pasar
Modal
·         PT. PMDN : berdasarkan UU No. 6/1968 juncto UU No. 12/1970
·         PT. PMA : berdasarkan UU No. 1/1967 juncto UU No. 11/1970 tentang PMA
·         PT. PERSERO
berdasarkan UU No. 9/1968 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara
juncto PP No. 12/1998 tentang Perusahaan Perseroan
Adapun syarat-syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah sebagai berikut:
1.      Pendiri minimal 2 orang atau lebih (ps. 7(1))
2.      Akta Notaris yang berbahasa Indonesia
3.      Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan (ps. 7 ayat 2 & ayat 3)
4.      Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri kehakiman dan diumumkan dalam BNRI (ps. 7 ayat 4)
5.      Modal dasar minimal Rp. 50jt dan modal disetor minimal 25% dari modal dasar (ps. 32, ps 33)
6.      Minimal 1 orang direktur dan 1 orang komisaris (ps. 92 ayat 3 & ps. 108 ayat 3)
7.      Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, kecuali PT. PMA
Sedangkan persyaratan material berupa kelengkapan dokumen yang harus disampaikan kepada Notaris pada saat penanda-tanganan akta pendirian adalah:
1.      KTP dari para Pendiri (minimal 2 orang dan bukan suami isteri). Kalau pendirinya cuma suami isteri (dan tidak pisah harta) maka, harus ada 1 orang lain lagi yang bertindak sebagai pendiri/ pemegang saham
2.      Modal dasar dan modal disetor. Untuk menentukan besarnya modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor ada strateginya. Karena semua itu tergantung pada jenis/kelas SIUP yang di inginkan. Penentuan kelas SIUP bukan berdasarkan besarnya modal dasar, melainkan berdasarkan besarnya modal disetor ke kas Perseroan. Kriterianya adalah:
1. SIUP Kecil modal disetor s/d Rp. 200jt
2. SIUP Menengah modal disetor Rp. 201jt s/d Rp. 500jt
3. SIUP Besar modal disetor > Rp. 501jt
Besarnya modal disetor sebaiknya maksimum sampai dengan 50% dari modal dasar, untuk memberikan kesempatan bagi Perusahaan apabila sewaktu-waktu akan mengeluarkan saham dalam simpanan, tidak perlu meningkatkan modal dasar lagi. Namun demikian, boleh juga modal dasar = Modal disetor. Tergantung dari kebutuhan.
3.      Jumlah saham yang diambil oleh masing-masing pendiri (presentase nya) Misalnya: A = 25% B = 50% C = 25%
4.      Susunan Direksi dan komisaris serta jumlah Dewan Direksi dan Dewan Komisaris
Sedangkan untuk ijin2 perusahaan berupa surat keterangan domisili Perusahaan, NPWP perusahaan, SIUP, TDP/WDP dan PKP, maka dokumen-dokumen pelengkap yang diperlukan adalah:
1)      Kartu Keluarga Direktur Utama
2)      NPWP Direksi (kalau tidak ada, minimal Direktur Utama)
3)      Copy Perjanjian Sewa Gedung berikut surat keterangan domisili dari pengelola gedung (apabila kantornya berstatus sewa) apabila berstatus milik sendiri, yang dibutuhkan:
-     copy sertifikat tanah dan
-          copy PBB terakhir berikut bukti lunasnya
4)      Pas photo Direktur Utama/penanggung jawab ukuran 3X4 sebanyak 2 lembar
5)      Foto kantor tampak depan, tampak dalam (ruangan berisi meja, kursi, computer berikut 1-2 orang pegawainya). Biasanya ini dilakukan untuk mempermudah pada waktu survey lokasi untuk PKP atau SIUP
6)      Stempel perusahaan (sudah ada yang sementara untuk pengurusan ijin2).
            Penting untuk diketahui, bahwa pada saat tanda-tangan akta pendirian, dapat langsung diurus ijin domisili, dan NPWP. Setelah itu bisa membuka rekening atas nama Perseroan. Setelah rekening atas nama perseroan dibuka,maka dalam jangka waktu max 1 bulan sudah harus menyetor dana sebesar Modal disetor ke rekening perseroan, utk dapat diproses pengesahannya. Karena apabila lewat dari 60 (enam puluh) hari sejak penanda-tanganan akta, maka perseroan menjadi bubar berdasarkan pasal 10 ayat 9 UU PT No. 40/2007.
B.  Pembubaran P.T. terjadi:
-          Berdasarkan keputusan RUPS.
-          Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.
-          Berdasarkan penetapan pengadilan.
-          Dengan dicabutnya  kepailitan  berdasarkan  putusan  pengadilan niaga  yang  telah  mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit P.T. tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.
-          Karena harta pailit P.T. yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana  diatur  dalam  Undang-undang tentang   Kepailitan   dan   Penundaan   Kewajiban   Pembayaran Utang.
-          Karena dicabutnya  izin  usaha  P.T.  sehingga  mewajibkan  P.T. melakukan    likuidasi    sesuai     dengan    ketentuan    peraturan perundang-undangan.
-          Dalam hal terjadi pembubaran P.T.:
      * Wajib  diikuti   dengan  likuidasi   yang dilakukan oleh likuidator.
   * P.T. tidak dapat melakukan perbuatan
     hukum, kecuali diperlukan untuk mem-
     bereskan  semua  urusan  P.T.   dalam
     rangka likuidasi.
-          Pembubaran P.T. terjadi karena hukum  apabila jangka  waktu  berdirinya  P.T.  yang  ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir.
-          Dalam   jangka   waktu   paling   lambat  30  hari setelah  jangka waktu  berdirinya  P.T.  berakhir, RUPS menetapkan penunjukan likuidator.
-  Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru   atas    nama   P.T.  setelah  jangka  waktu berdirinya P.T. yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir.
-          Pengadilan Negeri dapat membubarkan P.T. atas:
   * Permohonan   kejaksaan   berdasarkan   alasan   P.T.
     melanggar kepentingan  umum  atau  P.T.  melakukan
     perbuatan   yang   melanggar   peraturan   perundang-
     undangan.
   * Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan
     alasan adanya cacat hukum dalam Akta Pendirian.
   * Permohonan pemegang saham, Direksi  atau  Dewan
     Komisaris   berdasarkan   alasan  P.T.  tidak  mungkin
     untuk dilanjutkan.
-          Dalam   penetapan   pengadilan  ditetapkan   juga  pe-
    nunjukan likuidator.
-          Pembubaran   P.T.  tidak   mengakibatkan P.T.    kehilangan    status   badan  hukum sampai  dengan  selesainya  likuidasi  dan pertanggungjawaban   likuidator   diterima oleh RUPS atau pengadilan.
Sejak saat pembubaran, pada setiap surat keluar    P.T.   dicantumkan    kata  “dalam likuidasi” di belakang nama P.T
-          Dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung  sejak tanggal pembubaran P.T., likuidator wajib memberitahukan:
   * Kepada  semua kreditor mengenai pembubaran P.T. dengan cara mengumumkan  pembubaran  P.T. dalam  surat kabar  dan  Berita Negara R.I.
   * Pembubaran P.T. kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I.  untuk  dicatat  dalam   Daftar  Perseroan  bahwa  P.T.   dalam likuidasi.
   * Pemberitahuan dalam surat kabar dan Berita Negara R.I. memuat:
     - Pembubaran P.T. dan dasar hukumnya.
     - Nama dan alamat likuidator.
     - Tata cara pengajuan tagihan.
     - Jangka waktu pengajuan tagihan.
       Jangka waktu pengajuan tagihan adalah  60 hari  terhitung  sejak
       tanggal pengumuman
-          Dalam hal pemberitahuan kepada  Kreditor  dan Menteri   Hukum  dan  Hak  Asasi  Manusia  R.I. belum dilakukan, pembubaran P.T. tidak berlaku bagi pihak ketiga.
-          Dalam   hal   likuidator   lalai   melakukan   pem- beritahuan kepada  Kreditor dan Menteri Hukum dan Hak Asasi  Manusia  R.I.,  likuidator  secara tanggung  renteng   dengan   P.T.   bertanggung jawab  atas  kerugian  yang  diderita  oleh  pihak ketiga.
Kewajiban likuidator dalam melakukan  pemberesan  harta kekayaan    P.T.   dalam   proses   likuidasi   meliputi    pelaksanaan:
-          Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang P.T.
-          Pengumuman dalam surat kabar dan Berita Negara R.I. mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi.
-          Pembayaran kepada para kreditor.
-          Pembayaran   sisa   kekayaan   hasil   likuidasi  kepada pemegang saham.
-          Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam  pelaksanaan pemberesan kekayaan.
-          Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS   atau pengadilan  yang  mengangkatnya atas  likuidasi  P.T. yang dilakukan.
Likuidator   wajib   memberitahukan   kepada Menteri Hukum dan  Hak Asasi Manusia R.I.  dan   mengumumkan   hasil    akhir    proses  likuidasi  dalam  surat kabar  setelah  RUPS memberikan   pelunasan  dan  pembebasan   kepada  likuidator  atau  setelah  pengadilan   menerima    pertanggungjawaban  likuidator yang ditunjuknya.
Menteri  Hukum  dan  Hak  Asasi Manusia  R.I. mencatat berakhirnya status badan  hukum  P.T.  dan  menghapus nama  P.T.   dari   Daftar   Perseroan,  termasuk  karena penggabungan, peleburan atau pemisahan.
      Penggabungan    adalah    perbuatan   hukum   yang   dilakukan  oleh  satu Perseroan atau  lebih  untuk  menggabungkan  diri  dengan  Perseroan  lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan  diri  beralih  karena   hukum    kepada    Perseroan   yang menerima penggabungan dan selanjutnya status  badan hukum  Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
      Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 Perseroan  atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara  mendirikan  satu  Perseroan  baru yang karena hukum memperoleh  aktiva  dan  pasiva  dari Perseroan  yang meleburkan diri dan status  badan hukum  Perseroan yang  meleburkan diri berakhir karena hukum.
      Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan   usaha   yang   mengakibatkan   seluruh   aktiva  dan  pasiva Perseroan  beralih  karena  hukum  kepada  2  Perseroan  atau  lebih  atau sebagian  aktiva  dan  pasiva  Perseroan  beralih  karena  hukum kepada 1 Perseroan atau lebih.
-          Pemberitahuan dan pengumuman  pengakhiran  status  badan  hukum  P.T.   tersebut  dilakukan  dalam   jangka  waktu   paling  lambat   30   hari   terhitung   sejak   tanggal  pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau  pengadilan.
-          Menteri  Hukum  dan  Hak  Asasi  Manusia   R.I. mengumumkan    berakhirnya    status     badan hukum P.T. dalam Berita Negara R.I.